Bertahun-tahun dipendam, Vivi Mencari Keadilan Di Tengah Sistem Budaya Patriarki

banner 120x600
banner 468x60

Makassar 10 Juli 2025,redaksimedia.com – Langit berawan dan gerimis turun perlahan membasahi bumi.Sore Itu terdengar curhat dari seorang psikog wanita yang Ia pendam selama bertahun-tahun .Cerita ini di awali dengan budaya dalam keluarga Tionghoa yang meng ‘anak emaskan’ anak laki-laki. Vivi Anna Maria Owner Hermin Salon Makassar, mengungkap secara terbuka luka batinnya karena tidak dihargai sebagai ahli waris yang setara hanya karena ia seorang perempuan.

Dalam konferensi pers di Nasi Tempong Ayam De Tempong, Kamis (10/7), Vivi menyampaikan bahwa sistem budaya patriarki yang menempatkan anak laki-laki sebagai pewaris utama masih kuat mengakar dalam keluarganya.

banner 325x300

“Saya kira, sebagai perempuan, sebagai kakak yang membangun usaha bersama ibu saya, saya punya hak yang sama. Tapi ternyata, saya salah. Saya cuma dianggap ‘perempuan’,” ucap Vivi lirih.

Vivi adalah anak pertama dari dua bersaudara. Sang adik, JH, kini dikenal sebagai pemilik enam pabrik air mineral di Makassar.

Budaya yang Tak Menanyakan Siapa yang Bekerja

Dalam budaya Tionghoa, sistem patrilineal dan patrilokal menjadi tulang punggung struktur keluarga.

Anak laki-laki bukan hanya simbol garis keturunan, tetapi juga pewaris sah segala hal—nama, rumah, dan bahkan masa depan keluarga. Perempuan, dalam konstruksi ini, seringkali hanya pelengkap.

Penelitian yang dimuat dalam Edulnovasi: Journal of Basic Educational Studies (2025) memperkuat pandangan itu: anak laki-laki dinilai memiliki nilai-nilai lebih seperti kekuatan, kemakmuran, dan kehormatan. Di sisi lain, perempuan dituntut untuk setia, mendukung, dan mengalah.

Menurut Vivi, sejak ibunya wafat, hak-hak warisnya atas berbagai aset usaha yang ia bangun bersama sang ibu seperti rumah, ruko, hingga tabungan salon telah dikuasai oleh JH secara sepihak.

“Ketika saya menjual rumah warisan dan menemukan pembeli sendiri, JH yang atur pembagiannya. Bahkan saat saya ingin menjual tanah warisan demi biaya operasi katarak, dia menolak tanda tangan kecuali saya mau menandatangani surat tak boleh menghubungi dia lagi selamanya. Padahal saat itu, mata saya hanya tersisa 30% penglihatan,” tutur Vivi.

Tak hanya itu, Vivi juga mengalami perundungan karakter dari istri adiknya, ST, yang ia sebut “materialistis dan kasar”.

ST diduga menyebarkan fitnah melalui pesan WhatsApp kepada staf Hermin Salon. Vivi kemudian melaporkan perbuatan tersebut ke Krimsus Polda Sulsel pada Januari 2024 sebagai bentuk shock treatment.

Namun laporan itu, kata Vivi, tidak pernah ditindaklanjuti.

*SP2HP tak pernah saya terima. Polisi awalnya menjanjikan mediasi, tapi setelah ST diinterview, semuanya diam. Setiap saya tanya, jawabannya ‘kanitnya kecelakaan’. Saya dengar sendiri JH dan keluarganya bilang siap ‘main uang besar’ untuk atur aparat,” bebernya.

Vivi juga menyebut bahwa ST pernah berusaha memukulnya sebanyak tiga kali di depan saksi saat bertemu di ruko Emmados, yang menurut Vivi merupakan aset warisan Hermin Salon. Namun justru ST melaporkan balik bahwa Vivi yang hendak memukulnya.

“Rumah yang ST klaim sebagai rumah miliknya/ tempat kejadiannya itu adalah hasil keringat saya dan mami saya, bukan rumah pribadi ST,” ujar Vivi.

Vivi mengutip pasal 834 dan 835 KUHPerdata bahwa hanya ahli waris yang berhak mengatur harta warisan, bukan pihak luar seperti ST.

Ia mengaku telah bersabar selama bertahun- tahun, bahkan mengikhlaskan satu unit ruko untuk adiknya karena kasih sayang. Namun kini, baik ST maupun JH mengklaim seolah mereka yang menghasilkan dan memiliki semua harta warisan.

Mereka mengclaim terus ruko yg petnah mereka pinjamkan sebelah ruko Hermin di pengayoman. Padahal ruko yang sebelahnya sudah diberikan gratis.Coba dihitung, harga sewa ruko pemgayoman satu tahun seratus juta. Sudah 15 tahun berarti 1,5 miliar. Sekarang harga rukonya empat miliar. Kembaliannya mana?” tegas Vivi.

Ia juga menyebut sejumlah aset lain seperti rumah di Jalan Macan, rumah di puri mutiara. The Mutiara, Citraland apartemen Pasar Baru, hingga tanah di Takalar yang menurutnya dihasilkan dari keringat Hermin Salon. Ia menegaskan bahwa baik JH maupun ST tidak pernah bekerja di salon, bahkan sehari pun.

Vivi, yang juga seorang psikolog klinis, menyoroti dampak pola asuh yang bias gender dalam keluarga Tionghoa.

“Anak perempuan lebih peduli, lebih memperhatikan orang tua. Tapi ketika warisan dibagi, kami seolah tak berhak. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal moral dan keadilan,” ujarnya.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *